Teo Berubah Jadi Bebek

Ulasan Cerpen: “Teo Berubah Jadi Bebek”

Judul: Teo Berubah Jadi Bebek

Penulis: Kiki Sulistyo
Jumlah Halaman: 4
Penerbit: Suara Merdeka
Tanggal Terbit: 08 September 2019
Link: https://lakonhidup.com/2019/09/08/teo-berubah-jadi-bebek

Sejak awal, judul cerpen ini sudah memikat perhatianku. Dengan judul yang jelas bertema fantasi, aku teringat dengan buku “The Magic Finger” oleh Roald Dahl yang berkisah seputar keluarga yang berubah menjadi burung. Walau begitu, isi kedua cerita tersebut tidak terlalu mirip.

———

Cerpennya mulai dengan karakter Teo dan narator karakter utama yang tak bernama. Keduanya sedang berteduh di tengah badai angin kencang dan hendak melakukan suatu mantra. Walau yang mempraktekan sihirnya adalah Teo, mantranya sendiri berasal dari sang karakter utama.

Karakter utama ini mendapatkan mantra ini pada suatu hari dengan cuaca yang mirip persis: hujan deras dan bengis diiringi dengan angin yang ramai. Di bangunan kecil ia berteduh, si karakter utama bertemu dengan seorang lelaki tua. Sang lelaki tua meminta bantuannya untuk suatu hal yaitu menjaga lilin miliknya agar tetap nyala.

Walau sambil heran, tentunya si karakter utama membantu menjaga lilinnya, sambil sang lelaki tua memejamkan mata dan komat-kamit. Dan dalam sekejap, ia hilang! Atau lebih tepatnya berubah menjadi burung asing berbulu hitam dan sebesar kalkun. Tanpa banyak basa-basi, burung tersebut mengepakkan kedua sayapnya dan terbang melesat seperti pesawat.

Selagi memberi perintah, lelaki tuanya menjanjikan suatu imbalan. Imbalan tersebut ternyata selembar kain yang memilki lima barisan kalimat yang layaknya dari suatu mantra sihir. Setelah ia membaca setiap kalimat, kalimat tersebut hilang dari permukaan kain. Mantra ini tidak pernah meninggalkan ingatannya.

Kita—pembaca—kemudian dikenalkan kembali tentang karakter yang ada di judul, Teo. Teo adalah kawan masa kecil si karakter utama. Mereka nampaknya selalu bersama dalam keadaan susah dan beragam kegiatan-kegiatan nakal. Sampai suatu hari, Teo merantau dan menempatkan dirinya di perusahaan tambang. Tetapi saat ini ia kembali pulang mencari bantuan, karena dirinya telah melarikan diri dan meninggalkan tumpukan hutang.

Si karakter utama mengusulkan mantra yang terus berputar di benaknya itu, dengan ekspektasi bahwa hasil akhir mantranya adalah berubah menjadi apapun yang kau mau. Dengan itu kita kembali ke adegan di awal dengan hasil akhir Teo berubah menjadi bebek. Di tengah-tengah segala kebingungan kedua kawan masa kecil itu, ada bunyi dari luar yang berasal dari teman-teman karakter utama yang baru saja tiba ke tempat nongkrong mereka. Salah satu temannya melihat ada bebek di tengah ruangan dan berseru, “Waaah, makan bebek panggang kita. Ini aku sudah bawa banyak minuman!”

Selagi Teo mulai panik, si karakter utama setuju bahwa memang sudah lama ia tak makan bebek panggang.

———

Ada pertanyaan-pertanyaan menggantung yang menarik untuk dipikirkan. Seperti wujud asli sang lelaki tua: penyihir kah? Atau memang siluman burung asing? Kemudian tentang moral dan karakter si pemeran utama yang ternyata secara rutin minum minuman keras, merokok ganja, dan biasa melakukan berbagai kegiatan kriminal bersama kawannya. Tentu tidak lupa dengan niatnya pada bebek yang tadinya kawan itu.

Jujur aku tidak bisa menemukan makna ataupun pelajaran yang ingin disampaikan oleh sang penulisnya. Tetapi, cerita ini masih cerita yang menghibur dan sangat seru untuk dibayangkan menggunakan imajinasi.

Cerpen ini memiliki aura yang mirip sekali dengan folktales kesukaanku. Yang mistis dan terkadang kurang jelas ujung atau pesan moralnya, tapi selalu membawa kisah ajaib yang menghibur.

Share this post