jemparingan

Perjalanan Jogja, Semarang, Salatiga – Jalan-Jalan di Hari Kamis

Kamis pagi (20/10/2016), bapak mengatakan bahwa kami mungkin akan belajar panahan tradisional hari itu.

Siang, sekitar jam 11-an, Duta “menagih” bapak tentang panahannya. Di luar mulai mendung jadi kata bapak mungkin nggak bisa. Walaupun mendung, kami tetap keluar untuk mencari makan siang. Kami makan siang di warung yang ada di pinggir jalan. Di situ ada nasi kucing dan sate-satean. Saat kami makan, hujan turun dengan deras. Kami balik ke homestay dengan keadaan basah kuyup. Namun, sampai di homestay hujannya mereda. Jadi aku, kakak, Duta, dan bapak dapat pergi.

Kami naik taxi sampai alun-alun yang ada di tengah Jogja. Di alun-alun, kami jalan ke tengah-tengah dua pohon beringin yang berada di tengah alun-alun tersebut. Setelah itu kami ke tempat panahan yang diceritakan bapak paginya.

Di sana ada teman bapak yang menunggu kami. Kami dijelaskan bahwa dalam bahasa jawa, panah itu jemparing. Jadi kalau bahasa indonesianya panahan, bahasa jawa atau tradisionalnya jemparingan. Bedanya, kalau panahan berdiri, jemparingan dilakukan sambil duduk. Panahan mengukur busur dari berat tarikannya, dan jemparingan mengukur tinggi. Kami diajari cara menarik busur dengan cara jemparingan.

jemparingan

Share this post