Jurnal Ekspedisi D-4: Bermain di Laguna

Malam kemarin, Adinda, dan Michelle tidur diluar. Jadi seharusnya, di tendaku hanya ada aku dan Katya. ‘Satu… Dua.. Ti…ga? Eh.. Empat????’ Di sebelahku terdapat tubuh mungil yang mengenakan jilbab. Aku sempet panik-panik nggak jelas sampai aku sadar bahwa tubuh kecil tersebut milik Andini. Sebelahnya lagi, ada tubuh lebih besar yang memiliki rambut panjang dan lurus. Aku kembali panik, tetapi akhirnya sadar bahwa tubuh itu milik Ratri. Sepertinya mereka pindah tenda ketika aku sedang tidur.

Mulailah harimu dengan sarapan bergizi

Perlahan, aku membangunkan Katya dan Andini, dan keluar dari tenda. Langit sudah terang diluar. Dan udara sudah tak lagi sedingin semalam. Banyak yang sudah bangun pagi itu, tapi yang menarik perhatianku adalah tenda mentor perempuan yang agak berisik. ‘Oh ya.. Ibu- Eh, Kak Lala pulang hari ini.’

Aku membangunkan Katya dan memintanya untuk membantuku mencuci panci-panci yang kami pakai semalam untuk nasi dan sup jagung. Jadi kami mencuci panci dan kotak makan semalam sambil menyapa ke bude yang kebetulan tinggal disana.

Balik di “camping ground’, kami mengeluarkan matras dari dalam tenda dan juga mengeluarkan peralatan masak. Misal: Talenan, pisau, kompor, gas, minyak, margarin, dan sutil. Yang ditugaskan memasak sarapan hari itu adalah Katya. Ia mulai menyiapkan kompor, selagi aku memasak pisang yang kubawa dari rumah.

“Ta, stop eating.”

“Yea, yea.” Aku berseloroh, sambil mengambil lagi pisang bakar yang baru dimasak dan memasukannya kedalam mulutku.

Aku laper, ya. Semoga jelas.

(c) Kak Shanty. Memasak untuk keluarga

Secara ajaib, aku tak lagi menyemil pisangnya dan mulai membaginya ke yang lain. Karena aku juga bawa, Michelle memasak Oatmeal dengan bantuanku dan Adinda. Sarapan kami dibagi-bagi juga, sambil mengerjakan log-book kemarin yang belum sempat dikerjakan.

Selagi mengerjakan jurnal dan memasak, Kak Lala pamit pulang. Tetapi sebelum pulang, Kak Lala meberiku senter tenda, kismis, dan Antimo.

Di tengah-tengah masak pisang, Kak Melly menawarkan kami Pisang Tanduk empat buah. Jadi aku dan Katya memasak dua buah dari pisang-pisang panjang dan besar tersebut. Hasilnya kami berikan ke mentor dan dibagikan ke yang lain.

(c) Kak Ali.

Log-book atau Jurnal?

Kemarin, terjadi tragedy sesuatu. Beberapa dari yang putra terlalu gatal melihat air yang biru bening dan pasir yang terlihat sangat lembut. Sebelum perkerjaannya selesai, brieving keamanan pulau, dan bahkan memberi tahu mentor, ada beberapa anak yang sudah nyebur duluan. Jadi kami diberi aturan. Kami tidak boleh pergi kemana pun tanpa lapor ke mentor atau teman, dan harus menyelesaikan tugas masing-masing.

Tugas kami pagi ini adalah untuk sarapan dan membuat jurnal. Tak hanya membuat. Tapi jurnalnya akan di periksa oleh Kak Melly. Aku pernah diceritakan bahwa waktu Eksplorasi 2016 di Jogja, Kak Melly lumayan strict dengan jurnal.

Masing-masing dari kami memberikan buku dengan log-book kami kepada Kak Melly. Setelah memeriksa, Kak Melly meminta kami semua untuk berkumpul. Di tangan Kak Melly terdapat tiga buku. ‘Satu punya Adinda, satu lagi Kaysan, terakhir milik Trisha.’ Ketiga buku tersbut dibagikan kepada kami dan kami diminta untuk membaca ketiganya secara bergantian. Kami diminta untuk memikirkan, “yang ada disini tapi nggak ada di log-book milikku apa ya?”

(c) Kak Shanty. Log-Book

. . .

Sekarang, ada yang sudah mengenakan pakaian yang kelihatannya bisa basah. Ada membawa botol atau handuk masing-masing.

Sesi pemeriksaan milik Kak Melly sudah berakhir. Sekarang waktunya bermain!!! Sebelum bermain, kami disuruh untuk mengitari pulau dulu. Jadi itulah yang kami lakukan.

Ppyash! Byuuur! BlaaooOR!!

Kami jalan di pembatas terbuat dari semen putih. Ada beberapa yang tidak nyambung, jadi untuk meneruskan kami harus turun dulu, baru naik lagi ke jalan semen putih. Kami melewati beragam hal. Ada lumayan banyak rumah ternyata disana. Ada juga mangrove yang baru ditanam. Tapi ada satu hal yang sebenarnya agak kutunggu-tunggu.

Ketika wawancara dengan Pak Ian beberapa hari yang lalu, beliau bercerita kepadaku dan Anja bahwa di P. Karya terdapat banyak kuburan di satu bagian pulaunya.

Akhirnya kuburan tersebut terlihat setelah sekitar 10 menit berjalan. ‘Mungkin karena terang jadinya tak terlalu seram.’

. . .

Berjalan-berjalan lagi.. Akhirnya kami sampai! Tapi ternyata, laguna tempat bermain kami PAS di belakang “camping ground” kami. ‘Kenapa harus pergi jauh-jauh dulu?’

Segera, aku jalan menuju laut dan ikut menyelam kedalam air bersama yang lain. Perlahan, aku berjalan ke bagian-bagian berbeda, ‘Ternyata nggak dalem-dalem banget bagian sini.’ Jadi aku membiarkan badanku mengapung, sambil membiasakan diri ke air asin. Lama-lama, jumlah yang menyebur kedalam air sudah banyak. Bahkan semuanya ikut nyebur pada akhirnya.

Sepertinya belum berenang jika tidak ada yang loncat-loncat. Di tengah laguna, terdapat saung kecil dimana para putra dengan semangat loncat dari. Satu-satunya hal yang menghalangiku dari meloncat adalah atap saungnya yang rendah. Aku takut aku loncat kecepetan dan mementok kepalaku di genteng saung.

(c) Kak Shanty. Rumah di tengah laut

Untuk membantu mengapung, kami meminta beberapa perwakilan untuk mengambil life-fest sejumlah dengan orang yang sedang nyebur. Seseru-serunya mengapung tanpa pelampung, menggunakan life-fest sejujurnya tidak kalah seru.

Dengan life-fest, kami dapat pergi ke tempat yang mungkin memiliki kedalaman 3 meter tanpa terlalu khawatir. Di dekat bagian dalam, untungnya ada dataran kecil. Dari daratan kecil tersebut, kami dapat melempar pelampung ke bagian laut dalam dan melompat kearah/dekat pelampung tersebut. Serius itu seru banget!!

. . .

Dapat terasa semangat membakar ketika Kak Melly memberi aba-aba.

“1, 2, 3!!!!”

Dengan kencang, para putra berenang dari satu sisi ke sisi lain. Di ujung, akan terdapat temannya yang akan meneruskan lombanya. Lomba estafet. Lomba ini dimulai dengan Regu Anjing Laut melawan Regu Garla (Garam Laut). Sejujurnya, aku sudah punya perasaan kuat untuk siapa yang akan menang. Tapi tetap saja seru menyemangati kontestan lomba tersebut.

Seperti ekspektasi, regu yang memiliki atelit renang adalah regu yang menang. Regu Anjing Laut yang tadinya lumayan jauh dibelakang, berhasil mengebut dan merebut kemenangan karena Fattah yang berenang terakhir di barisannya.

Regu Putri Duyung dan Regu Dublob juga dianjurkan untuk ikut berlomba antara satu sama lain. Jadi aku dan Trisha mulai perlombaannya, mewakilkan regu masing-masing. Pada akhirnya, perlombaan dimengakan oleh Regu Dublob.

Lomba terakhir adalah lomba campuran. Mentor + Fattah vs Penggalang.

Sebagai motivasi, hadiah dari pemenang adalah dimasaki makan siang oleh yang kalah. Tapi pada akhirnya sama saja, karena setiap regu membantu memasak untuk makan siang satu sama lain.

Waktu luang di siang hari

Semua sudah keluar dari laut untuk mandi, tapi masih ada yang bermain di pantai. Yang sedang menunggu giliran kamar mandi atau sudah mandi berkumpul di pepohonan yang terlihat seperti picnic spot. Kak Shanty tiba-tiba datang membawa dua tempat besi. Satu beriisi peyek teri, satu lagi berisi gorengan cumi. Di waktu yang berdeketan, pisang rebus buatan Kak Ali telah jadi, dan kami terus mengunyah.

(c) Kak Ali. Nyemil bersama

Mengingat ada tugas memasak, aku menontoni Anja membuat telur balado untuk kami semua. Selesai memasak kami mengumpulkan makanan lain seperti nasi, telur orak-arik dari Garam Laut, telur balado dari Dublob, dan ikan asap kemarin. Kami memanggil yang tadi masih bermain, dan makan bersama.

Setelah makan, tanpa tersadar telah terbuat konversasi antara aku, Anja, Katya, Trisha, Tre, dan Syauqi. Tapi topiknya.. Kurang jelas juga? Kami mengobrol sambil jalan, dan kami ditawarkan memotong manga milik Kak Melly. Dengan senang hati kami melakukannya.

(c) Kak Ali. Bergiliran mengupas

. . .

Tidak ingin berhenti bermain dulu, aku mengajak Trisha mengumpulkan kerang. Kami menemukan berjenis kerang. Ada yang besar, kecil, cekung, bundar. Kami mengumpulkannya di potongan kayu hanyut dan menatanya seperti bunga. Sekali-sekali, kerang yang kami ambil ternyata berpenghuni.

“Trisha masukin air lagi Trish.” Aku minta.

“But it’s cute.” Trisha jawab.

“It has a creature inside it!” Aku jawab balik, teriak-teriak nggak jelas. Sejujurnya aku hanya takut digigit hewan yang didalamnya.

(c) Kak Ali. Andini lucu <3

. . .

Sampai sekarang, kamar mandi masih berpenghuni. Dengan sabar (nggak sih) aku menunggu sambil berebutan hammock milik Kak Ali bersama Anja, Katya, Fakhri, Syauqi, dan Ali.

. . .

Akhirnya. Aku mengumpulkan alat mandi dan pergi ke kamar mandi ditemani Katya yang sedang mencuci panci. Di jalan, kami berpisah karena tempat mencuci dan kamar mandi berbeda sedikit. Saat jalan ke kamar mandi, sesuatu menarik perhatianku di dekat semak-semak.

“Kat, kat, kat. Biawak kat!” Bisik aku, sambil menunjuk hewan berwarna hijau gelap.

“Aww it’s so cute..” Adalah jawaban Katya.

Ya.. Memang lucu… Tapi aku mau mandi! Berusaha untuk tidak terlalu berisik, aku berjinjit ke kamar mandi dan membersihkan badan.

Languages

Kini aku telah mandi! Waktunya memperbaiki dan melengkapi log-book~ Saat itu, tenda Regu Putri Duyung.. Tidak dalam kondisi terbaiknya. Sepertinya, karena angin laut yang kuat, tenda kami condong kedepan. Sepertinya besinya terlalu terbiasa dengan posisi condong kedepan. Jadinya susaaaah sekali dibetulkan.

Tidak ingin ribet (ketahuan banget males ya) aku dan Katya hanya mengeluarkan alat tulis dari tas dan menulis jurnal di tendanya Dublob yang saat itu hanya diisi Trisha dan Anja. Ketika aku sedang menulis kegiatan hari itu, Katya yang sudah selesai menggambar dan menulis sesuatu di kertas milik Trisha. Ternyata tulisan Katya adalah sesuatu dalam bahasa Korea, aku berusaha membacanya dan tulisan itu.. Sangat Katya. Isi tulisan itu intinya Katya lapar.

Ketika sedang ngobrol tentang Katya, kami mempelajari bahwa Trisha ternya bisa berbahasa Mandarin. Setelahnya Fattah bergabung percakapan dengan mengatakan ia sedang belajar bahasa Jerman. Kami ngobrol tentang bagaimana typo kecil di sebuah kata dapat mengubah artin kalimatnya (*cough* I like eating cookies *cough*).

Sambil ngobrol, tiba-tiba sesuatu dari Vine terdengar. Daaaan pada saat itu aku, Katya, Fattah dan Tre mulai reffrencing Vine.

Ramai di “dapur”

Waktunya masak lagi! Makan malam terakhir kami adalah makan malam gabungan antara semua regu. Regu Anjing Laut memasak nasi, Regu Garam Laut memasak Cumi Asin, Regu Dublob memasak Telor Balado dan telur dadar, dan Regu Putri Doyoung membuat sayur sop dari sayur-sayur milik yang lain.

Semuanya berjalan dengan lancar. Sampai Alev datang mendekat ke tempat aku sedang menunggu sup matang.

“Pake gasnya masih lama nggak?” Tanya Alev

Ternyata gas Regu Anjing Laut habis! Aku mau sih berbagi.. Cuman sayur sopnya belum jadi.. Dengan begitu, Regu Anjing Laut menunggu dengan sabar sampai yang lain sudah selesai menggunakan kompornya.

Sambil menunggu masakan, kami bermain permainan-permainan aneh. Ada yang melibatkan saling menginjak kaki satu sama lain sambil hom-pim-pa. Ada juga yang membutuhkan fleksibilitas tinggi karena harus split makin jauh jika kalah dari gunting-batu-kertas. Kami semua bermain dengan bahagia tapi berhenti sebentar untuk melihat apa kabar makanannya.

Semua makanan sekarang sudah siap! Waktunya makan~

Malam terakhir bersama

Kami semua membawa dan meletakan hasil masakan di tengah-tengah pendopo dan duduk mengelilingi makanannya. Satu-per-satu setiap orang datang membawa kotak makannya masing-masing. Kami membagi makanan kepada semua orang dan makan dengan lahap.

Agar semuanya lebih bangun, Kak Melly membuat sebuah permainan lucu. Kami diminta untuk memikirkan sebuah benda yang ada di sekitar kami. Misalnya, Kak Inu menjadi pendopo, aku menjadi kabel, Katya menjadi life-fest, Anja jadi panci, dan seterusnya. Nanti, kami harus menghapal nama dari setiap benda milik setiap orang. Permainan berlangsung dengan kami harus menunjuk seseorang sambil mengatakan bendanya. Seseorang kalah jika mereka ragu-ragu atau lambat. Aku kalah duluan, ehe.

Di akhir makan malam terakhir kami, kami melakukan sesi brieving terakhir kami di perjalanan tersebut. Kami dijelaskan teknis esok, dan juga ditanya—yang baru maupun yang lama—“Gimana?”

Satu demi satu, kami menjawab pertanyaan dari Kak Shanty yang sudah didetilkan. Ketika tiba giliranku, aku yang sedang memiliki hidung penuh hanya menjawabnya dengan aneh. Untungnya setelah diulang beberapa kali, para mentor langsung mengerti. Melihat ada beberapa yang sudah tidur, mentor memutuskan untuk mengakhiri brieving sessionnya.

(c) Kak Ali. Makan di kegelapan

. . .

Cerita tambahan tentang tenda kami. Waktu sedang masak, aku kesal dengan tenda yang miring kedepan dan meminta tolong untuk membuka dan mencoba membetulkan besinya. Tapi pada akhirnya, tak ketahuan juga alasan kemiringan tenda kami. Jadi lapisan atas tenda dilepas.

Malam itu, kami tidur berlima. Adinda dan Michelle sepertinya sudah tak betah diluar karena nyamuknya. Dan Ratri sepertinya kurang cukup di tenda milik Dublob. Tapi akhirnya kami tetap dapat tidur dengan nyenyak.

Share this post